
Banyak sekali anugerah yang telah Allah berikan kepada kita sebagai hamba-Nya, salah satunya anugerah yang diberikan kepada perempuan. Kelembutan perasaan dan ketajaman intuisi serta tingginya empati seringkali memenuhi karakterisktik perempuan yang bisa jadi menjadi sumber kekuatan maupun kerentanan. Terkadang adakalanya kita sebagai perempuan terjebak memasuki pertarungan yang tak terlihat antara suara hati yang lembut dan berisiknya logika yang dingin.
Dua sisi yang sering menjadikan perempuan berperang dengan dirinya sendiri; apakah ingin mengikuti perasaan yang membuatnya manusiawi atau memilih realitas yang rasional dan tegas? Dan pada akhirnya kesejatian perempuan bukan terletak pada memilih salah satunya, melainkan pada kemampuan menyelaraskan keduanya dalam dimensi kehidupan agar menjadi harmoni yang indah.
Baca Juga: Mengkaji Ulang Fitrah dan Peran Sosial Perempuan
Daniel Goleman dalam konsep Emotional Quotient (EQ) atau kecerdasaan emosional, menekankan bahwa jika seseorang mampu memahami, mengelola dan menyalurkan emosinya dengan tepat dan benar maka akan lebih stabil dan produktif dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pandangan dari psikologi modern ini mengajarakan bahwa terjadinya keseimbangan antara emosi dan rasionalitas yang logis adalah tanda kedewasaan psikologis.
Kita sebagai perempuan yang memiliki segala kompleksitas emosi justru ada potensi yang besar dalam mencapai tingkat kecerdasan emosional dengan catatan mampu mengarahkan perasaan agar berjalan beriringan dengan akal sehat, bukan malah menentangnya dan lebih menojolkan perasaan, sehingga inilah yang seringkali membuat perempuan mengalami kerentanan.

Tetapi budaya masyarakat yang membuat persepsi yang tidak adil. Seringkali kita, perempuan ini diidentikkan dengan ‘makhluk perasaan’ sementara laki-laki ‘makhluk logika’ seolah -olah peremuan bukanlah makhluk yang menggunakan logika. Padahal di dalam islam tidak pernah mengajarkan dikotomi seperti itu. Dalam Al-Qur’an, laki-laki dan perempuan sama-sama dimuliakan oleh Allah sebagai makhluk yang berakal (ulul albab) yang dituntut untuk berpikir kritis dan logis, merenungi serta membuat sebuah keputusan berdasarkan ilmu.
Baca Juga: Menyoal Posisi Perempuan dalam Ekonomi Islam
Allah berfirman dalam Q.S Al-Imron: “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulu al-albāb).”
Ayat ini tidak menyebutkan atau membedakan jenis kelamin, tetapi menegaskan pentingnya penggunaan akal dan merenungi hal-hal yang telah terjadi dalam kehidupan. Ini mengartikan bahwasanya islam memberikan peran kepada perempuan bukan hanya sebagai sosok yang berperasaan lembut tetapi juga mampu berakal tajam hal ini adalah seni yang tidak mudah dua sisi yang harus selaras agar hidup kita sebagai perempuan itu menjadi seimbang.
Realitas sehari-hari telah memaparkan bahwasanya kita sebagai perempuan seringkali dihadapkan dengan dilema antara suara hati dan logika rasional. Misalnya, ketika kita mencintai seseorang, bimbang antara mau mengungkapkan atau memilih diam, dari sinilah benturan antara perasaan dan logika terasa nyata.
Ketika kita menyelaraskan perasaan dan logika bukan berarti menekan salah satunya. Bukan berarti perempuan harus menjadi dingin agar terlihat logis atau sebaliknya larut dalam perasaan hingga kehilangan arah berjalan. Justru dengan adanya keseimbangan keduanya adalah kunci harmoni batin. Perasaan kita yang telah memberi warna pada kehidupan, sementara logika kita yang telah memberi arah. Karena tanapa perasaan, manusia akan kehilangan empati dan tanpa logika manusia kehilangan pijakan.
Baca Juga: Islam dan Perempuan: Narasi yang Perlu Diluruskan
Menjadi perempuan yang selaras antara perasaan dan logika bukanlah tujuan akhir, melainkan perjalanan seumur hidup. Ketika kita mampu tampil beriringan dengan hati dan akal yang selaras, maka akan terbentuklah perempuan yang lembut namun tegas, emosional namun rasional, penyayang namun tetap berprinsip. Selain itu juga kita menjadi tidak goyah akan guncangan cibiran orang lain, karena tahu kapan harus mendengar suara hati dan kapan harus berpikir dengan jernih.
Ketika hati dan akal beriringan dalam Cahaya petunjuk Allah, maka sesungguhnya disanalah kita menemukan kedamaian yang sejati, kita tidak lagi berperang dengan diri sendiri karena kita mengetahui bahwa keseimbangan adalah bentuk ibadah yang indah.
Dan sesungguhnya perempuan sejati bukan yang menolak emosinya, melainkan yang mampu menuntun dan menggandeng emosinya dengan kebijaksanaan. Tidak memilih hidup dalam ekstrem perasaan saja ataupun logika saja melainkan berada di tengah-tengah keduanya, yang menjadi tempat ketenangan, kebijaksanaan bersemayam di hati.
Penulis: Nabila Rahayu
Editor: Rara Zarary
Wisata
Berita Olahraga
News
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Teknologi
Seputar Teknologi
Drama Korea
Resep Masakan
Pendidikan
Berita Terbaru
Berita Terbaru
Berita Terbaru